Translate

Rabu, 27 Desember 2017

PRABOWO SUBIANTO, PELUANG DI 2019 (BAGIAN 1. SEJARAH SINGKAT )

PRABOWO SUBIANTO, MOMENTUM TERAKHIR

Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto Djojohadikusumo, kelahiran Jakarta pada tanggal 17 Oktober1951, merupakan mantan Danjen Kopassus, pengusaha dan politisi. Prabowo adalah anak dari begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo, dan cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, anggota BPUPKI, pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPAS pertama. Salah satu saudaranya Hashim Djojohadikusumo dikenal sebagai seorang pengusaha handal, dengan bisnis di puluhan negara termasuk Kanada, Russia dan Indonesia.  Prabowo adalah keturunan dari Panglima Laskar Diponegoro untuk wilayah Gowong, yang bernama Raden Tumenggung Kertanegara III dan sebagai salah seorang keturunan dari Adipati Mrapat, Bupati Kadipaten Banyumas Pertama.

Pada Bulan Mei 1983, Prabowo menikah dengan Siti Hediati Hariyadi anak dari Presiden Soeharto, kemudian bercerai tidak lama setelah Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia.  Selain memiliki prestasi yang handal, faktor menjadi menantu presiden di masa orde baru inilah yang menyebabkan karier prabowo meroket.  Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1970 dengan mendaftar di Akademi Militer Magelang dan lulus pada tahun 1974 bersamaan dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada tahun 1976 Prabowo bertugas sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur, dengan usia 26 tahun dan merupakan komandan termuda dalam operasi Tim Nanggala. Prabowo memimpin misi untuk menangkap Nicolau dos Reis Lobato, wakil ketua Fretilin yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Timur. Dengan tuntunan Antonio Lobato yang merupakan adik Nicolau Lobato, kompi Prabowo menemukan Nicolau Lobato di Maubisse, lima puluh kilometer di selatan Dili. Nicolau Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo pada tanggal 31 Desember 1978.

Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan Special Forces Officer Course di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.  Pada tahun 1996, Komandan Kopassus Prabowo Subianto memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan kepemimpinannya, operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz '95, yang terdiri dari lima peneliti biologi asal Indonesia, dan tujuh orang sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman. 

Salah satu pencapaian Prabowo yang luar biasa ketika mempecundangi Malaysia secara heroik dan ditulis dalam bukunya 'Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan', dalam bukunya tersebut Prabowo mendengar bahwa Malaysia sudah mencanangkan akan mengibarkan bendera kebangsaan mereka pada tanggal 10 Mei 1997. Prabowo berujar “Saya tidak rela bangsa Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain di kawasan kita. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa", saat memutuskan untuk melakukan ekspedisi yang dimulai pada tanggal 12 Maret 1997 dan diakhiri pada tanggal 26 April 1997, Tim Nasional Indonesia yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia Everest setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal. 

Ditengah kegemilangan pergerakkan militernya yang strategis, disiplin dan tegas menjadikan kekuatan militer Indonesia sangat disegani oleh bangsa lainnya di dunia, banyak rentetan dugaan yang diterpakan kepada sosok manusia besi ini.  Pada tahun 1983, saat Prabowo menjabat wakil Densus 81 Anti teror, disinyalir pernah mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral LB Moerdani yang diduga hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto, namun upaya ini digagalkan oleh Komandan Densus 81 Antiteror Mayor Luhut Panjaitan.  Prabowo juga diduga terlibat dalam peristiwa pembantaian Kraras yang terjadi pada tahun 1983 di Timor Timur. Namun Prabowo membantah tuduhan ini, ia meyakini bahwa tuduhan tersebut adalah tuduhan tak berdasar dan merupakan kampanye yang dilakukan oleh barisan orang korup di Indonesia mengenai pencalonan dirinya sebagai Presiden dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014. 

Pada tahun 1997, Prabowo juga dituduh sebagai salah satu dalang penculikan terhadap sejumlah aktivisproreformasi menjelang Pemilihan Umum tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyattahun 1998. Pada Mei 1998, menurut kesaksian Presiden Habibie dan purnawirawan Sintong Panjaitan, Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan tentara ke Jakarta dan di sekitar kediaman Habibie untuk kudeta. Karena insubordinasi tersebut ia diberhentikan dari posisinya sebagai Panglima Kostrad oleh Wiranto atas instruksi Habibie. 

Masalah yang utama dan menjadi polemik dari kesaksian Habibie ialah bahwa sebenarnya, pasukan-pasukan yang mengawal rumahnya adalah atas perintah Wiranto, bukan Prabowo. Pada briefing komando tanggal 14 Mei 1998, panglima ABRI mengarahkan Kopassus mengawal rumah-rumah presiden dan wakil presiden. Perintah-perintah ini diperkuat secara tertulis pada tanggal 17 Mei 1998 kepada komandan-komandan senior, termasuk Sjafrie Sjamsoeddin, Pangdam Jaya pada waktu itu.  Dalam beberapa wawancara, Prabowo menyatakan sangat bisa melancarkan kudeta pada hari-hari kerusuhan di bulan Mei itu, tetapi yang penting baginya ia tidak melakukannya. “Keputusan mempercepat pensiun saya adalah sah,” katanya. “Saya tahu, banyak di antara prajurit saya akan melakukan apa yang saya perintahkan. Tetapi saya tidak mau mereka mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas posisi saya sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara, setia kepada Republik”. 

Setelah meninggalkan karier militernya, Prabowo memilih untuk mengikuti karier adiknya Hashim Djojohadikusumo, menjadi pengusaha. Karier Prabowo sebagai pengusaha dimulai dengan membeli Kiani Kertas, perusahaan pengelola pabrik kertas yang berlokasi di Mangkajang, Kalimantan Timur. Sebelumnya, Kiani Kertas dimiliki oleh Bob Hasan, pengusaha yang dekat dengan Presiden Suharto. Prabowo membeli Kiani Kertas menggunakan pinjaman senilai Rp. 1,8 triliun dari Bank Mandiri.  Selain mengelola Kiani Kertas, yang namanya diganti oleh Prabowo menjadi Kertas Nusantara. Usaha-usaha yang dimiliki oleh Prabowo bergerak di bidang migas, perkebunan, tambang, kelapa sawit, dan batu bara.  Banyak kalangan menilai, Prabowo cukup sukses dalam berusaha. Pada Pilpres 2009, Prabowo ialah cawapres terkaya, dengan total asset sebesar Rp 1,579 Triliun dan US$ 7,57 juta, termasuk 84 ekor kuda istimewa yang sebagian harganya mencapai 3 Milyar per ekor serta sejumlah mobil mewah seperti BMW 750Li dan Mercedes Benz E300. 

Prabowo memulai kembali karier politiknya dengan mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvesi Capres Golkar 2004. Meski lolos sampai putaran akhir, namun Ia kalah suara dari Wiranto. Sebab hal tersebutlah kemudian Prabowo, bersama adiknya Hashim Djojohadikusumo, mantan aktivis mahasiswa Fadli Zon, dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Bidang Penggalangan Muchdi Purwoprandjono serta sederetan nama lainnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Gerindra pada tanggal 6 Februari 2008. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra. Partai tersebut meraih 4.646.406 suara (4,46 %) dan menempatkan 26 orang wakilnya di DPR RI pada Pemilu legislatif Indonesia tahun 2009.  Pada 9 Mei2008, Partai Gerindra menyatakan keinginannya untuk mencalonkan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2009 saat mereka menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pemilu 2009 pada KPU. Namun belakangan, setelah proses tawar menawar yang alot, akhirnya Prabowo bersedia menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Deklarasi Mega-Prabowo dilaksanakan di tempat pembuangan sampah Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat.

Pemilu Presiden 2009 berakhir dalam satu putaran dengan kemenangan telak SBY -  Budiono. Partai Gerakan Indonesia Raya memproklamirkan mengusung Prabowo sebagai calon presiden pada pemilihan presiden 2014. Prabowo sendiri sudah menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan sebagai presiden, jika mendapat dukungan dari rakyat. 

Prabowo Subianto hadirkan "Enam Program Aksi Transformasi Bangsa" dalam kampanyenya apabila terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, ia ingin membangun ekonomi yang kuat, berdaulat, adil dan makmur, melaksanakan ekonomi kerakyatan, membangun kedaulatan pangan dan energi serta pemanfaatan sumberdaya air, meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia melalui program pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya, membangun infrastruktur dan menjaga kelestarian alam serta lingkungan hidup, dan membangun pemerintahan yang bebas korupsi, kuat, tegas dan efektif.

Prabowo dengan Gerindranya meyakini akan menjadi Presiden RI di tahun 2014 dengan dukungan PDIP atas dasar Perjanjian Batu Tulis, Megawati Soekarnoputri berjanji akan mencalonkan Prabowo sebagai presiden pada pemilihan presiden 2014, yang dimasa sekarang ini menjadi polemik politik diantara partai Gerindra dan PDIP, ketika PDIP mengumumkan Joko Widodo sebagai calon presiden PDIP ditahun 2014.  Sesuai dengan Kesepakatan Bersama PDI Perjuangan dan Partai Gerindra Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia 2009-2014, kesepakatan tersebut yakni:

1.  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindera) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009;
2.     Prabowo Subianto sebagai wakil presiden, jika terpilih, mendapat penugasan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan azas berdiri di kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan kepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistem presidensial. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;
3.  Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir 2 diatas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan;
4.     Pemerintah yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan 8 (delapan) program aksi Partai Gerindera untuk kemakmuran rakyat;
5.  Pendanaan pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 ditanggung secara bersama-sama dengan presentase 50% dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50% dari pihak Prabowo Subianto;
6.   Tim sukses pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dibentuk bersama-sama melibatkan kader-kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindera serta unsur-unsur masyarakat;
7.   Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Sebagai sosok patriot yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi, jargon ini membuat Partai Gerindra memiliki kans yang fenomenal dan pasti akan membuat kejutan di pemilihan legislatif tahun 2014, signifikannya suara Gerindra dikarenakan sosok Prabowo yang tegas di mata Rakyat Indonesia akan mampu mengangkat keterpurukan bangsa ini ditengah kegamangan dan kekurang tegasan pemimpin saat ini disaat, namun tidak bagi Jend (purn) TNI Agum Gumelar, yang menyatakan bahwa "Saya tahu persis siapa dia. Karena bekas anak buah saya. Jangankan untuk menjadi presiden, untuk mencalonkan diri saja harusnya dia malu," kata Agum Gumelar, yang tak lain adalah bekas komandannya saat berdinas di Komando Pasukan Khusus (Kopassus). 

Kasus penculikan beberapa aktivis ini, lanjut mantan menteri perhubungan, pada Kabinet Gotong Royong itu, mendapat reaksi cukup keras dari dunia internasional. Kerja sama Indonesia dengan beberapa negara-negara luar diputus. "Pimpinan ABRI langsung melakukan penyelidikan kasus yang masuk kategori pelanggaran berat ini. Harusnya kasus ini ditangani Mahkamah Militer karena telah teridentitas. Tapi karena beberapa faktor akhirnya tidak ditangani Mahkamah Militer," terang Agum yang merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1968 itu.  Maka untuk melanjutkan pemeriksaan, petinggi ABRI membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beranggotakan beberapa perwira berpangkat letnan jendral (letjen). "DKP ini beranggotakan letjen-letjen. Ada saya, Pak SBY saat itu dan lainnya," ungkapnya.  Dalam pemeriksaan itu DKP menyimpulkan dalam bentuk rekomendasi panglima ABRI untuk memberhentikan Prabowo Subianto Djojohadikusumo yang saat itu berpangkat letjen.

Lebih lanjut ditegaskan Agum, apa yang dikatakannya bukan untuk menggiring pemilih untuk tidak memilih ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu. Tapi hanya mengingatkan, layak atau tidak layak seseorang dipilih sebagai presiden. Menurut Agum yang juga merupakan ketua umum DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (PEPABRI), keluarga besar PEPABRI telah menyepakati salah satu syarat seorang bakal calon pemimpin dari TNI atau Polri yakni, memiliki kepribadian yang baik, memiliki track record bagus, leadership telah teruji, serta memiliki latar belakang keluarga yang bagus.  "Silakan mau pilih siapa, dari mana, silakan. Ini demokrasi. Tapi yang mengerti harus mengingatkan yang tidak mengerti, karena masa depan bangsa ini jadi taruhannya”.

Sebagai gambaran umum bahwa penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.  Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap yakni menjelang pemilu Mei 1997, dalam waktu dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret, dan dalam periode tepat menjelang pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei. Pada bulan Mei 1998, sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali. Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.  Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.  Sedangkan tiga belas aktivis yang masih hilang dan belum kembali adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Mereka berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa. 
Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.  Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM tahun 2006) meminta agar hasil penyelidikan yang didapat dapat dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah didapat bukti permulaan yang cukup untuk menyimpulkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Sementara itu, asisten tim ad hoc penyidik peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, Lamria, menyatakan ada beberapa orang dari 13 aktivis yang masih dinyatakan hilang tersebut diketahui pernah berada di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus yang terletak di Cijantung, Jakarta. 

Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.  Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM meminta DPR agar mendesak Presiden mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan persoalan. 

Ketua DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga meminta Presiden Yudhoyono memerintahkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan temuan Komnas HAM untuk menuntaskan kasus penculikan 13 aktivis. Tim Mawar adalah sebuah tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Tim ini adalah dalang dalam operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menyeret 11 anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada bulan April 1999. Saat itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai Kolonel CHK Susanto memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Kapten Inf Untung Budi Harto, masing-masing 20 bulan penjara dan memecat mereka sebagai anggota TNI.

Sedangkan, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tetapi tidak dikenai sanksi pemecatan sebagai anggota TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Inf Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Sementara Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman penjara 1 tahun.  Menurut pengakuan, Komandan Tim Mawar, Mayor Bambang Kristiono di sidang Mahkamah Militer, seluruh kegiatan penculikan aktivis itu dilaporkan kepada komandan grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tetapi sang komandan tidak pernah diajukan ke pengadilan sehingga tidak bisa dikonfirmasi.

Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando pada saat itu. Dewan Kehormatan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI. Atas dasar rekomendasi itu Pangab menjatuhkan hukuman terhadap mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto berupa pengakhiran masa dinas TNI (Pensiun). Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR, serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan berupa pembebasan tugas dari jabatannya karena ketidak mampuannya mengetahui segala kegiatan bawahannya.
Hasil temuan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI saat itu adalah bahwa dari hasil pemeriksaan atas mantan Danjen Kopassus Letjen (Purn.) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R. serta Komandan Grup IV Kopassus Kol. Chairawan, telah tegas-tegas dinyatakan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu, bukan semata-mata atas inisiatif kesebelas anggotanya. 

Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dinyatakan KSAD dan Ketua DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku melakukan tindak pidana penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer. Pemerintah Habibie mengeluarkan pernyataan senada setelah mempelajari temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Dalam temuan TGPF itu, disebutkan bahwa jika dalam persidangan anggota Kopassus tersebut terbukti Prabowo terlibat, bekas Komandan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke mahkamah militer. Keadaan tahun 2007 Keenam prajurit yang dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. 

Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi penting, rincianya sbb:
1.     Bambang Kristiono, dipecat; 
2.     Fausani Syahrial Multhazar: pada tahun 2007 menjabat Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel; 
3.     Nugroho Sulistyo Budi:
4.     Untung Budi Harto, tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel;
5.     Dadang Hendra Yuda, pada September 2006 menjabat Dandim Pacitan dengan pangkat Letnan Kolonel; 
6.     Jaka Budi Utama, pada tahun 2007 menjabat Komandan Batalyon 115/Macan Lauser;
7.     Sauka Nur Chalid;
8.     Sunaryo; 
9.     Sigit Sugianto; 
10.  Sukardi; 
11.  Kolonel Infantri Chairawan dipromosikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa; 
12.  Mayjen Muchdi PR muncul dalam sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai keterangan mengenai keterlibatan dirinya maupun BIN dalam pembunuhan tersebut. Muchdi PR adalah mantan Deputi V BIN pada saat Munir terbunuh.

Mendekati Pemilihan Umum 2009, Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang Penculikan Aktivis 1997/1998 hidup lagi. Pansus juga berencana memanggil Wiranto, Prabowo Subianto, Sutiyoso, dan Susilo Bambang Yudhoyono yang diduga terlibat dalam kasus itu.  Saat kasus ini terjadi, Jenderal TNI (Purn) Wiranto menjabat Panglima ABRI/TNI, Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Panglima Kodam Jaya, dan Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Assospol Kassospol ABRI.  28 September 2009, Panitia Khu­sus Penghilangan Orang secara Paksa (Pansus Orang Hilang) mere­ko­me­ndasikan peme­rintah, da­lam hal ini Kejaksaan Agung, segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili aktor-aktor di balik penculikan aktivis pro demokrasi pada tahun 1998-1999. Isi rekomendasi:
1.     Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc;
2.     Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang;
3.     Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
4.     Merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia.

Sedangkan Prabowo saat wawancara kepada majalah Tempo, mengaku tidak melaku­kan penculikan dan penghi­langan paksa aktivis 1997-1998 maupun kerusuhan Mei 1998.  Prabowo dalam wawancara itu juga menuturkan perintah penculikan terhadap para aktivis hanya untuk menja­lankan tugas. 

Terlepas dari itu semua, dalam bingkai militer, tentu saja posisi Prabowo saat itu tidak terlepas dari perintah, karena secara militer masih banyak para Jendral dengan posisi startegis berada diatas kepangkatannya bahkan masih ada sosok seorang Presiden sebagai panglima tertinggi yang tentu saja dapat memberikan perintah bahkan sekaligus menghentikan tindakan Prabowo bila melakukan aksi diluar ketentuan, ataukah ketidakberanian petinggi militer saat itu dikarenakan sosok Prabowo sebagai menantu kepala negara, dan yang lebih mencengangkan lagi bahwa para aktifis yang diculik dan masih hidup saat ini ternyata berposisi dalam wilayah politik dan bisnis Prabowo, rakyat menanti pernyataan objektif para aktifis tersebut dan rakyat menunggu clear dan cleannya dugaan pelanggaran HAM yang ditautkan kepada Prabowo melalui ketegasan pemerintah untuk menyelesaikan dugaan ini pada domain yustisia, agar RAKYAT INDONESIA TAHU SECARA PASTI KEBENARAN ATAUKAH PEMBENARAN YANG MELEKAT PADA SOSOK PRABOWO, PEMBUKTIAN INILAH MOMENTUM TERAKHIR DAN TERMANIS BAGI PRABOWO UNTUK MENJADI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

( Tulisan ini di buat dari berbagai sumber dan di posting pada hari Rabu, 09 April 2014 dan hasil resmi pilpres di umumkan pada tanggal 22 Juli 2014 dengan kemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, dapat dilihat di https://husniayubfahruddin.blogspot.co.id/2014/04/prabowo-momentum-terakhir.html )



KONTESTASI PILGUB KALTIM, OTAK ATIK WILAYAH KEKUASAAN DAN CALON PASANGAN


KONTESTASI PILGUB KALTIM
(Bagian 3. OTAK ATIK WILAYAH KEKUASAAN DAN CALON PASANGAN)
Oleh Muhammad Husni Fahruddin Al Ayub, Direktur Youth Institute.
Samarinda, 25 Desember 2017.

Tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) Provinsi Kalimantan Timur mendekati titik krusial sebab, beberapa hari lagi pendaftaran pasangan Calon Gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) akan dibuka, tepatnya tanggal 8 sampai 10 Januari 2018.

Partai Golongan Karya (Golkar) Kaltim, dengan perolehan suara di parlemen sebanyak 13 kursi (23,64 persen) dari total kursi DPRD Kaltim pada pemilihan legislatif (Pileg) 2014 lalu.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengantongi 18,18 persen suara pada Pileg 2014 lalu sehingga memiliki 10 kursi wakil rakyat di DPRD Kaltim.

Selanjutnya, disusul Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan 6 kursi (10,91 persen). Kemudian, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memiliki kursi yang sama yakni sebanyak 4 kursi atau sebesar 7,27 persen.  Partai Nasional Demokrat (NasDem) dengan jumlah kursi sebanyak 2 kursi atau 3,64 persen (ada perubahan jumlah kursi semenjak munculnya Kalimantan Utara).

Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, bupati dan walikota.  Pasal 39 menyebutkan, peserta pemilihan adalah calon gubernur dan calon wakil gubernur, pasangan calon bupati dan wakil bupati serta pasangan calon walikota dan wakil walikota yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik; dan/atau pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Untuk 
Kontestasi tahun 2018 di Kalimantan Timur, tidak ada calon pasangan dari jalur perseorangan atau independen.

Selanjutnya Pasal 40 menyebutkan Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi perolehan persyaratan pencalonan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dari pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan aturan perundangan tersebut, maka jelas tergambar bahwa hanya Golkar satu-satunya yang bisa mengusung pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) di Provinsi Kalimantan Timur, karena ambang batas partai politik yang boleh mengusung, ketika memiliki 11 kursi di DPRD Kaltim, dan hanya Golkar dengan jumlah kursi di DPRD sebanyak 13 kursi yang otomatis bisa mengusung tanpa berkoalisi dengan partai lainnya.

OTAK-ATIK WILAYAH KEKUASAAN

Berhitung wilayah administratif yang nantinya diharapkan dapat menjadi acuan analisis dan mapping tingkat keterpilihan setiap cagub maka dimulai dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilukada serentak tahun 2015, yakni 2.566.522 pemilih (dikumpulkan dari berbagai sumber)

Dengan rincian, Kota Samarinda dengan Pemilih terbesar sebanyak 588.109 pemilih (23,91 persen) dengan Walikota Syahrie Jaang sekaligus Ketua Demokrat Kaltim  yang kemudian di berbagai survei saat ini memiliki peringkat tertinggi di bandingkan kandidat lainnya, banyak faktor yang mengindikasikan terjadinya fenomena tersebut salah satunya karena Sahrie Jaang sebagai walikota di daerah pemilih terbesar se Kaltim dan ibukota provinsi yang secara otomatis akan lebih banyak di kenal dibandingkan menjadi kepala daerah di wilayah lainnya.

Sebaiknya, Syahrie Jaang harus sangat berhati-hati, ketika permasalahan kota samarinda yang tidak pernah tuntas dalam periode kepemimpinannya selama 4 periode (kurang lebih 18 tahun), ini bisa menjadi turbulensi politik atau anti klimaks politik bagi masyarakat samarinda untuk kembali memilih.  

Samarinda memiliki tokoh-tokoh yang berpotensi meraup suara tinggi dan bisa memecah suara.  Farid Wadjdy sebagai mantan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama (Kakanwil Depag) Provinsi Kaltim, mantan Wakil Gubernur Kaltim, tokoh agama, dekat dengan ulama dan kalangan santri, menjadikan sosok ini sangat berpengaruh di Samarinda.

Tokoh lainnya adalah Nusyirwan Ismail, Wakil Walikota Samarinda, Dewan Pertimbangan Nasdem, sebelumnya juga birokrat di Pemprov Kaltim sehingga sangat di kenal masyarakat Samarinda.  Harbiansyah sebagai Ketua Nasdem Kaltim juga dikenal luas. Kalaupun mereka ini tidak bisa menjadi cagub dan cawagub, dukungan para tokoh kepada salah satu cagub, akan 
sangat berpengaruh nyata bagi pilihan masyarakat Samarinda.

Kabupaten Kukar di urutan kedua, sebanyak 533.028 pemilih (20,77 persen), pasca ditahannya Rita Widyasari, otomatis daerah ini menjadi swing voters sehingga menjadi rebutan cagub lainnya untuk meminta dukungan Rita Widyasari baik secara pribadi maupun melalui DPD Golkar Kab. Kutai Kartanegara yang telah sukses dipimpinnya dengan berhasil meraih 19 kursi di DPRD Kutai Kartanegara dan menjadi Bupati terpilih melalui jalur perseorangan dengan suara terbesar se Indonesia (pentingnya dukungan Rita Widyasari dapat dilihat pada https://beritainspirasi.info/inspirasi/kontestasi-pilgub-kaltim-pasca-ditahannya-rita-widyasari/ ).  

Dominasi Golkar tidak bisa terbendung di Kukar, pengaruh sosok Almarhum Syaukani dan anaknya Rita Widyasari (RW) serta kekuatan sistem politiknya, membekas sekali di kalangan masyarakat Kukar, sesuatu yang unik karena indikatornya bisa di perdebatkan, sehingga sangat sulit tokoh-tokoh di Kukar apalagi dari luar Kukar untuk mematahkan kekuatan ini.

Kota Balikpapan di urutan ketiga, sebanyak 461.422 pemilih (17,99 persen), dengan walikota Rizal Effendi juga terlihat berniat mencalonkan diri sebagai cawagub Kaltim.  Secara survei masih di bawah 5 persen, namun bila melihat wilayah administratif Kota Balikpapan yang merupakan kota terbesar ketiga ditambah latar belakangnya sebagai pemegang media massa terbesar di kaltim, ini menjadi magnet kuat bagi Syahrie Jaang untuk meminangnya sebagai pasangan di Pemilukada nantinya.  Pasangan ini kemungkinan akan menggunakan perahu Demokrat, PKB dan PPP sehingga terakumulasi 12 kursi.

Balikpapan sebagai kota modern, masyarakat yang heterogen dan rerata berpendidikan baik, sehingga masyarakatnya tidak tertarik dengan tampilan figur tertentu, namun lebih kepada prestasi, program dan misi cagub yang akan di pilih, disini banyak sekali tokoh berkualitas dan teruji kepemimpinannya yang bisa memecahkan suara.

Salah satunya Imdad Hamid mantan walikota yang sangat dibanggakan masyarakat Balikpapan, zona bebas tambang adalah kebijakan terbaik yang di telurkannya.  Selain itu ada nama, Heru Bambang mantan wakil walikota balikpapan, Ketua DPRD Kota balikapan Abdulloh dan Ketua DPD Golkar Kota Balikpapan Rahmat Mas’ud yang juga Wakil Walikota Balikpapan berpotensi menghasilkan suara yang signifikan bagi Golkar.

Kabupaten Kutai Timur (Kutim) di urutan ke empat, sebanyak 262.559 pemilih (10,23 persen).  Bupati Kutim Ismunandar sebelumnya adalah pejabat birokrat, namun wakilnya Kasmidi Bulang adalah Ketua DPD Golkar Kab. Kutim, Golkar di Kutim menjadi pemenang di perhelatan Pemilu Legislatif (pileg) di tahun 2014 yang lalu dan menempatkan Mahyunadi menjadi Ketua DPRD Kutim, sehingga relatif Kutai Timur di dominasi dengan suara Golkar, namun Isran Noor sebagai mantan Bupati Kutim dan menjadi cagub melalui perahu Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN), tentunya akan merubah dominasi Golkar di Kutai Timur untuk kontestasi pilgub Kaltim nantinya.

Selanjutnya, Kabupaten Paser di urutan kelima, sebanyak 179.370 pemilih (6,99 persen), dengan Bupati Yusriansyah Syarkawi dan Wakil Bupati Mardikansyah (Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Paser).  Golkar memenangi pileg 2014 lalu dan mendudukkan ketua DPD Golkar Paser Kaharuddin sebagai ketua DPRD. Dominasi ini membuat calon yang diusung Golkar akan memiliki suara terbesar di Kabupaten Paser.

Kabupaten Berau di urutan ke enam, sebanyak 155.732 pemilih (6,07 persen), Muharram dan Agus Tantomo resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2016 hingga 2021.  Saat terpilih, mereka di usung oleh PKS, PBB dan PAN.  Muharram sebagai kader PKS pasti akan memaksimalkan perolehan suara Hadi Mulyadi (Anggota DPR RI) yang menjadi cawagub mendampingi Isran Noor.  

Di lain sisi, Ketua DPD Golkar Kab. Berau Hadi Mustafa yang juga entrepreneur dan isterinya Syarifatul Syadi’ah, menjadi ketua DPRD Berau mewakil Golkar karena memenangi kompetisi pileg di 2014, dikomandoi oleh figur Makmur HAPK sebagai mantan Bupati Berau dua periode dan kinerjanya yang dikenal langsung menyentuh masyarakat, membuat Golkar di Berau dapat memecah suara kontestasi pilgub, apalagi bila Makmur HAPK yang di usung Golkar, maka sudah dapat tergambarkan dengan jelas suara masyarakat Berau di pilgub.

Kabupaten Kutai Barat (Kubar) di urutan ke tujuh, sebanyak 125.290 pemilih (4,89 persen), bupati FX Yapan dan Wakil Bupati Edyanto Arkan.  Kutai Barat milik PDIP dan itu dibuktikan melalui hasil pileg, pilbup dan Pilpres yang secara signifikan memberikan suara terbesar bagi PDIP.  Adanya ketidaksepahaman antara Yapan dan mantan Bupati Thomas sebagai ketua PDPI Kubar merupakan titik celah bagi calon dari luar PDIP untuk memecah suara.

Kota Bontang di urutan ke delapan, sebanyak 124.519 pemilih (4,85 persen), Walikota Neni Moerniaeni dan Wakil Walikota Basri Rase.  Dominasi kader Golkar sangat kuat, terbukti dua periode Sofyan Hasdam menjadi Walikota, dilanjutkan Adi Dharma (ketua MKGR Kaltim yang berafiliasi dengan Golkar) yang kemudian di gantikan lagi oleh Neni yang sekaligus menjadi Ketua DPD Golkar Bontang, walaupun saat Pilwali yang lalu Neni yang juga Isteri dari Sofyan Hasdam ini menggunakan jalur independen, namun kemenangan itu menunjukkan kekuatan Golkar menjadi mata rantai yang kuat.

Faktor wakil walikota Basri juga ikut signifikan bila Hanura menjatuhkan pilihannya pada cagub Golkar.  Sofyan Hasdam dan Adi Darma dua tokoh Golkar inipun sedang mengikuti penjaringan cawagub dari partai Golkar, tentu saja suara masyarakat Bontang terfokus kepada kedua tokoh ini.

Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) di urutan ke sembilan, sebanyak 115.108 pemilih (4,48 persen).  Bupati Yusran Aspar yang juga Ketua DPD Gerindra Kaltim dan Wakil Bupati Mustaqim MZ.  Yusran memiliki survei yang cukup baik di kisaran 8 persen, sebelum menjadi Bupati, Yusran berhasil menjadi anggota DPR RI dengan perolehan 45.176 suara.  

Asli kelahiran Gorogot, membuat Yusran sangat di kenal masyarakat Kabupaten Paser, karena Secara sosio kultural masyarakat PPU sangat dekat dengan masyarakat Paser karena bagian yang tidak terpisahkan saat masih menjadi satu kabupaten, juga masyarakat PPU selalu berinteraksi aktif dengan masyarakat Balikpapan, disebabkan akses terdekat untuk tujuan berbelanja, wisata dan keluar daerah.  inilah yang membuat Yusran juga populer di kalangan masyarakat Balikpapan.  

Dari analisis ini bisa dipahami bahwa Yusran bisa menjadi kekuatan baru dan kuda hitam di pilgub Kaltim, karena di kenal luas di tiga daerah yakni Balikpapan, PPU dan Paser.

Menarik bila membicarakan Sosok ketua Gerindra Kaltim ini, ditengah popularitasnya semakin menanjak, soliditas kader Gerindra Kaltim yang semakin tercipta, warna-warni pencitraan Yusran di median jalan dan media online semakin menjadi pusat perhatian, tiba-tiba DPP Gerindra memutuskan untuk memberikan dukungannya kepada Isran Noor sebagai Cagub dan Hadi Mulyadi sebagai cawagub.  

Tentu saja keputusan DPP Partai Gerindra ini akan berpengaruh signifikan bagi kerja-kerja pemenangan kader Gerindra Kaltim, mereka bisa saja tidak mendukung pilihan pimpinannya di Pusat Kekuasaan.

Dan terakhir, Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) sebanyak 21.385 pemilih (0,83 persen).  Bupati Bonifasius Belawan Geh dan wakil Bupati Y Juan Jenau yang di usung PDIP dan merupakan kader PDIP.

Kondisi politik di Mahulu hampir sama dengan Kubar, yang tidak akan terpisahkan dengan PDIP. Suara ini akan bisa terpecah bila ada cagub yang berasal dari daerah Kutai Induk (Kukar, Kubar, Kutim dan Mahulu) misalnya Haji Syahrun yang sekarang menjabat Ketua DPRD Kaltim sebab selama ini haji alung sapaan akrab Syahrun selalu mengantongi suara terbesar saat pileg untuk wilayah pemilihan Kukar, Kubar dan Mahulu.

OTAK-ATIK PASANGAN

Bila di inventarisir, dari semua tokoh yang berpotensi dan berminat mengikuti pemilukada di Kaltim sebagai cagub dan cawagub maka dapat di bagi dalam beberapa kategori, yakni kelompok partai politik, kelompok non partai politik dan kelompok pejabat birokrat/kepolisian.

Tokoh yang masuk Kategori kelompok partai politik, di urutan pertama yang paling banyak memunculkan kadernya adalah partai Golkar.  Ada nama-nama Rita Widyasari, Makmur HAPK, Sofyan Hasdam, Mahyudin, Adi Darma, Ghufron Yusuf, Ahmad Djaelani dan terakhir dimunculkan dewan pertimbangan Golkar Kaltim adalah HM. Syahrun. 

Urutan kedua yang paling banyak menampilkan kadernya adalah PDIP yakni Awang Ferdian Hidayat, Emir Moeis, Siswadi dan terakhir Djarot Saiful Hidayat selaku pelaksana tugas PDIP Kaltim. 

Partai Nasdem di urutan terbesar ketiga dengan menampilkan dua tokoh yakni Harbiasnyah dan Nusyirwan Ismail.  Sedangkan di urutan terakhir, dengan menampilkan satu-satunya tokoh central adalah Syaharie Jaang dari Demokrat, Hadi Mulyadi dari PKS, Yusran Aspar dari Gerindra dan Mudyat Noor dari Hanura.

Kategori kelompok non partai politik adalah Farid Wadjdy, Isran Noor, dan Rizal Effendi.

Kategori kelompok pejabat birokrat/pejabat kepolisian adalah Rusmadi Wongso sekretaris Provinsi Kaltim dan Safarudin Kapolda Kaltim.

Sampai mendekati beberapa hari lagi waktu pendaftaran cagub dan cawagub di KPU Kaltim, belum ada satupun pasangan yang melakukan launching atau deklarasi bersama-sama dengan partai politik pengusungnya.

Namun, jika melihat berbagai statment ketua partai politik dan opini serta data dari media massa di Kaltim maka akan dapat di simulasikan beberapa rekayasa koalisi, yakni Gerindra , PKS dan PAN dengan total 14 kursi, akan mengusung pasangan Isran Noor sebagai Cagub dan Hadi Mulyadi sebagai cawagub, ini dapat dipastikan dengan terbitnya Surat Rekomendasi dari DPP Partai Gerinda kepada mereka berdua, disini tampak sekali Gerindra dan PAN merelakan kadernya untuk tidak ikut meramaikan pilgub karena digantikan oleh Isran Noor.

Rekayasa koalisi yang kedua adalah pasangan Syaharie Jaang sebagai cagub dan Rizal Effendi sebagai cawagub dengan partai pengusung Demokrat, PKB dan PPP.  Total kursi ketiga partai adalah sebanyak 12 kursi di DPRD Kaltim.  Demokrat dan PKB secara terang benderang menyatakan dukungannya, namun PPP masih belum memastikan secara konkret.

Rekayasa Koalisi ketiga adalah Golkar, PDIP, Nasdem dan Hanura dengan 29 kursi di DPRD Kaltim.  Bila koalisi ini terjadi maka dari Golkar akan muncul nama Makmur atau Sofyan Hasdam, sedangkan dari PDIP akan muncul nama Awang Ferdian Hidayat atau Safarudin.  Bila Golkar keluar dari koalisi ini maka pasangan koalisi ini akan memunculkan pasangan Safarudin dan Awang Ferdian Hidayat atau Safarudin dan Farid Wadjdy/Nusyirwan Ismail atau Rusmadi Wongso dan Awang Ferdian Hidayat.

Jika Golkar tidak berkoalisi dengan PDIP maka akan memunculkan nama pasangan calon Makmur dan Sofyan Hasdam atau Makmur dan Rusmadi Wongso atau Sofyan Hasdam dan Rusmadi Wongso atau H Syahrum dan Makmur/Sofyan Hasdam/Rusmadi Wongso.

Sesuai dengan rekayasa koalisi partai politik di atas, maka dapat dipastikan memunculkan tiga sampai empat pasangan cagub dan cawagub Kaltim yang akan bertarung di tahun 2018.

Pilgub di Kaltim akan semakin dinamis mendekati batas waktu pendaftaran cagub dan cawagub di KPU Kaltim, titik krusial terletak pada Partai Golkar dan PDIP.  

Golkar Kaltim dalam waktu dekat akan menyelenggarakan Musdalub untuk memilih ketua Golkar Kaltim definitif dan Rapimdasus untuk menentukan cagub dan cawagub.  

Sedangkan PDIP masih menunggu keputusan DPP PDIP terkait cagub dan cawagub, akankah harmonisasi Golkar dan PDIP yang tercermin dari kehadiran Joko Widodo dan Megawati pada acara Munaslub Partai Golkar yang mendefinitifkan Airlangga Hartato sebagai Ketua Umum Partai Golkar berlanjut di pemilukada Kaltim dengan terwujudnya sebuah pasangan cagub dan cawagub.