Translate

Minggu, 13 April 2014

MUHAMMAD 'MEMANUSIAKAN' MANUSIA


MUHAMMAD “MEMANUSIAKAN” MANUSIA

Pertanyaanya adalah siapakah yang disebut manusia?, Berasal dari mana manusia?, siapa yang menciptakan manusia?, Untuk apa manusia itu ada?, kemana tujuan manusia?, apakah seluruh manusia yang ada selama ini dapat dikatakan manusia?. Bagaimana menjadi manusia?.  Jawabannya berujung pada kata Allah swt untuk sampai pada titik Allah swt, maka Nabi Muhammad saw adalah penghubung dan penyebabnya. Seperti pertanyaan apakah seluruh manusia yang ada selama ini dapat dikatakan manusia? Jawabannya adalah dapat dikatakan “manusia” manakala menggunakan seluruh potensi yang ada pada dirinya hanya untuk beribadah kepada Allah swt, bagaimana menggunakan seluruh potensi “manusia” maka Rasulallah SAW adalah jawabannya.  Seluruh pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab dengan pemahaman “manusia”, yang akan dikupas secara sederhana dalam uraian berikut Insya Allah.

Materi (materialisme) dan non materi (Spiritualisme) merupakan 2 (dua) hal yang mendominasi pernik-pernik prinsip kehidupan manusia yang seharusnyalah disandingkan dalam kehidupan.  Paham materialisme dan paham spiritulisme yang selama ini mendominasi di segenap pemahaman manusia, bagaikan dua kutub yang berlawanan (kutub negative dan kutub positif) tetapi bila disadari kedua kutub yang berlawanan tadi sebenarnya saling tarik menarik untuk dapat bertemu di satu titik, titik yang meniadakan sesuatu tanpa meninggalkan sesuatu, tidak materialis juga tidak spiritualis, inilah titik dimana seseorang manusia sempurna diangkat menjadi hamba, yang segenap hidupnya dicurahkan untuk beribadah kepada Allah SWT.  Figur Nabi Muhammad SAW merupakan bukti, bahwa manusia tidak boleh meninggalkan materi dan non materi.

Alam semesta beserta anasirnya termasuk manusia tercipta karena wujud dari “non materi” Nur Muhammad.  Untuk memperkuat hujjah Allah swt tersebut maka terbentuk wujud “materi” Rasulallah SAW.  Begitu jelas fakta yang diperlihatkan oleh Allah swt, melalui seluruh utusan-Nya, segenap nabi-Nya, dan para kekasih-Nya.  Tidak ada satupun juga fakta bahwa utusan Allah swt, memilih salah satunya saja, materi saja atau spiritual saja, mengutamakan spiritual dibandingkan material, mengutamakan material dibandingkan spiritual.  Semua harus proporsional, karena materi maupun non materi merupakan bentuk ”penghambaan” sebagai ibadah kepada sang pemilik alam swt.

Manusia tercipta dari materi dan non materi, kesempurnaan materi dan non materi yang terdapat pada manusia meletakkan manusia pada mahluk yang paling sempurna.  Ketika, manusia tidak bisa dikatakan merupakan mahluk yang paling sempurna dibandingkan mahluk lainnya, semua terletak pada potensi manusia melalui segenap kesempurnaan yang telah dilekatkan oleh Allah swt kepada manusia tersebut. “Bilamana akal terkalahkan oleh hawa nafsu maka manusia lebih hina dari binatang dan bila akal dapat mengatasi hawa nafsu maka manusia lebih tinggi dari malaikat” (al Hadist).  Ini sebenarnya bukan pilihan atau fatalis, dan bila manusia masih memilih maka patut dipertanyakan apakah memang benar dia manusia.  Bila “manusia” tentunya tidak ada pilihan dalam kehidupan ini kecuali memanfaatkan dengan maksimal (tidak semaksimal mungkin, karena mungkin merupakan tanda ketidak optimisan diri) seluruh nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt dalam wujud materi dan non materi yang melekat pada manusia.

“Figure” merupakan kata yang memiliki pemaknaan adhesive dengan manusia.  Dari kata figure, muncul ekuivokasi yang kontekstual berbeda tetapi memiliki kesamaan pemaknaan sesuai dengan pengolahan non materi yang adhesive pada diri manusia seperti pemimpin, pimpinan, pujaan, pandangan, prinsip, tujuan, dan sebagainya akibat dari persepsi terhadap figure.  Rekruitment figure, tentu saja berdasarkan pemanfaatan potensi yang ada pada diri manusia sehingga bisa saja manusia memilih figure Rosulallah saw atau figure Fir’aun, yang pada akhirnya menggiring mendekat atau menjauh kepada “manusia” sebagai abdi Allah swt.

Muhammad terlahir sebagi sosok figure bagi segenap mahluk Allah swt termasuk di dalamnya manusia.  Muhammad kecil terlahir tanpa menyusahkan siapapun sehingga menjadi figure bagi para orang tua untuk mendapatkan anak seperti beliau SAW.  Muhammad remaja tumbuh diantara remaja lain yang memiliki kejujuran, kecerdasan dan kepatuhan kepada kebaikan sehingga menjadi “dambaan” bagi setiap remaja dan setiap tuan untuk memiliki seorang pekerja yang jujur dan bekerja keras, menjadi suri tauladan bagi setiap manusia yang mendapatkan cobaan dan menjadikan cobaan tersebut rasa syukur akan nikmat yang diberikan-Nya seperti yatim piatu, intimidasi dan anarkis oleh kaum kafir. Menjadi figure terbaik bagi suami, isteri dan keluarga dalam membina dan membimbing untuk menuju kehidupan keluarga sempurna.

Memiliki jiwa kepemimpinan dan berhak menjadi pemimpin, ketika strategi jitu beliau SAW dalam mengatasi permasalahan, salah satunya peletakan batu di ka’bah.  Beliau SAW mengerti sekali bagaimana cara memberikan keadilan kepada seluruh manusia.  Sejarah mengatakan ketika suatu saat ada seseorang (kontra terhadap kepemimpinan sayyidina Ali kw) mempertanyakan kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib kw dibandingkan pemimpin sebelumnya (Abubakar, Umar dan Utsman), Beliau as menjawab, ketika mereka memimpin, mereka memimpin manusia seperti diriku, tetapi sekarang ketika aku memimpin, aku memimpin manusia seperti dirimu. Hadits ini tidak memperlihatkan kesombongan Imam Ali kw, tetapi Imam Ali kw coba mengingatkan bahwa ketika menjadi pemimpin dan dipimpin, seharusnyalah melaksanakan hak dan kewajiban menjadi “manusia”.  Itu Imam Ali kw sebagai pintu ilmu, bagaimana figure kepemimpinan Rasulallah SAW sebagai kotanya ilmu.

Pemimpin merupakan kebutuhan seluruh makhluk, setiap jenis binatang memiliki pemimpin untuk menjaga dan melindungi kepentingannya, bahkan jin sekalipun memiliki pemimpin.  Manusia sebagai khalifah dimuka bumi, tentunya memerlukan pemimpin.  Dari strata social terkecil sampai satrata social teratas, pasti memilih untuk menjadikan seseorang pemimpin mereka.  Pemimpin dalam keluarga adalah ayah, pemimpin dalam kumpulan keluarga adalah Ketua Rukun Tetangga, kumpulan dari rukun tetangga adalah Ketua Rukun Warga, di desa ada kepala desa, dikecamatan ada camat, sampai pada titik pemimpin suatu Negara yang disebut presiden, raja, perdana menteri, kanselir dll.  Pilihan dari pemimpin mereka berdasarkan pada criteria terbaik yang ada pada pemimpin.  Criteria manusia terbaik inilah yang menjadi pilihan. 

Pemimpin untuk memimpin seluruh umat manusia merupakan ketetapan Allah swt melalui nubuwah dan imamah.  Ketika untuk urusan memimpin seluruh umat manusia, maka manusia terbentur pada keaadan yang tidak dapat mereka tentukan sehingga sudah kewajaran Allah swt yang memiliki ketetapan tersebut.  Sampai detik ini, tidak ada satupum kaum muslimin yang berhasil menentukan pemimpin mereka, karena criteria pemimpin seluruh umat manusia sangat komprehensif .  Ketetapan Allah swt, tentang nubuwah dan imamah, sebenarnya sangat ilmiah sekali bila di ekuivalen dengan metode pemilihan yang dilakukan oleh manusia berdasarkan criteria terbaik yang telah mereka gunakan.  Metode criteria terbaik (metode ilmiah apapun juga seperti fit and propertest dll) dari analisis pengujian empiris apapun juga seperti membuat matrikulasi eminensi dari segi keilmuan, keimanan, kejujuran, pernah atau tidak melakukan dosa atau perbuatan tercela dan indicator lainnya. Bila metode itu digunakan pada jaman-jaman sebelumnya tentu saja criteria tersebut tetap jatuh kepada Nabi-nabi Allah.  Pada jaman Rasulallah SAW, tentu saja tidak ada satupun manusia yang mampu menyaingi criteria terbaik yang dimiliki oleh Beliau SAW. Sehingga ketetapan Allah dalam hal Nubuwah dan imamah merupakan keniscayaan yang berkeadilan dan dapat dipertanggung jawabkan.  Sehingga sudah merupakan akseptabilitas bahwa pemimpin umat manusia harus ada sampai berakhirnya kehidupan manusia tersebut.

Beliau SAW, tidak dapat disamakan dengan figure manusia terbaik lain di dunia ini.  Nabi Adam as ketika iblis tidak mau menyembah “dirinya” atas perintah Allah swt, dan iblis yang terkena dampak (hukuman) dari ketidaktaatannya.  hal tersebut tetap beralasan, karena iblis bukanlah “manusia”.  Tetapi manakala Nabi Muhammad SAW (atas perintah Allah swt), memerintahkan manusia bukan iblis, untuk menyembah sang pencipta alam semesta swt, mereka aversi bahkan bentuk penolakan diberikan langsung dengan menyakiti beliau SAW (Beliau SAW ikut terkena dampak) walaupun pada kenyataanya manusia tersebut pasti akan terkena dampak dari penolakannya, pernahkah Beliau SAW bersedih, bahkan berdoa atas keselamatan manusia. 

Siapakah yang menjadi figure Rasulallah SAW?, siapakah guru beliau SAW? Pada masa beliau, dari kecil hingga mendapatkan gelar kenabian, pada kenyataanya tidak ada satupun figure manusia yang menjadikan beliau menjadi manusia sempurna, apalagi dimasa beliau, ilmu bukanlah merupakan hal yang penting.  Lantas apakah Muhammad terlahir sudah demikian sempurnanya tanpa ada didikan dari siapapun, bila demikian sangat tidak wajar Rasulallah dijadikan panutan manusia, karena kesempurnaan beliau didapatkan tanpa adanya ikhtiari artinya kesempurnaan langsung turun pada diri beliau sehingga ketiadkadilan Allah swt akan terasa bagi manusia lainnya yang ingin mengikuti (fisibilitas) jejak kesempurnaan berdasarkan iktiari. Tentu saja kesempurnaan yang beliau dapatkan berdasarkan iktiar walaupun bila Allah swt berkehendak semua bisa saja terjadi. Bertahun-tahun elaborasi mencari tentang keberadaan dunia beserta isinya, tetapi beliau tidak mendapatkan  guru karena Allah swt bukanlah “sesuatu”, maha figure atau guru dari segala guru inilah yang mengajarkan kepada beliau untuk menuju kesempurnaan manusia.  Mudah atau sulitkah belajar dari yang mengetahui segala sesuatu?, tentu saja sangat sukar sekali, sebab yang diajarkan adalah segala sesatu yang meliputi segala sesuatu.  Bukan bermaksud mengekuivalenkan Muhammad dengan manusia lainnya, tetapi manakala seseorang belajar tentang sesuatu hal yang garib, tentu saja memerlukan pemikiran yang ekstra keras, begitu juga yang terjadi pada diri Rasulallah SAW, bukan hanya non materi yang terkuras karena dipaksa bekerja keras tetapi juga berimplikasi kepada materi/raga Rasulallah yang mengalami kesakitan.  Sehingga wajarlah Rasulallah SAW mendapatkan kesempurnaan menjadi manusia karena belajar dan langsung didik oleh Yang Maha Akmal melalui malaikat Jibril.  Otomatis kiranya Rasulallah SAW dijadikan panutan seluruh manusia sebagai seorang pemimpin karena kesempurnaannya, tidak ada satupun celah yang membuat Rasulallah SAW tidak bisa dijadikan figure bagi “manusia”.

Gatra seorang guru, dengan jiwa mendidik yang dimilikinya, menginginkan seluruh anak didiknya agar berhasil memahami dan mengamalkan ajarannya.  Ketika melihat keberhasilan dan kegagalan pada anak didiknya maka akan timbul berbagai macam rasa dan treatment secara proporsional yang harus dilakukan.  Tidak ada satupun guru yang rela bilamana anak didiknya mengalami kegagalan.  Walaupun pada akhirnya semua tergantung kepada anak didiknya tersebut, tetapi tetap saja guru tidak akan rela dengan kegagalan dan berusaha untuk mencarikan jalan keluarnya dengan berbagai metode.  Begitu juga Rasulallah SAW, beliau adalah guru bagi seluruh umat manusia sehingga tidak akan rela umatnya mengalami kegagalan sebagai manusia.  Allah swt melalui lisan suci beliau SAW telah mengajarkan kepada manusia tentang semua hal yang menjadi perintah dan semua hal yang menjadi larangan.  Kedua hal ini, cukup untuk menjadi pegangan agar dapat menjadi manusia.  Bukan Rasulallah SAW, bila tidak mengetahui bahwa akan ada umatnya yang lalai bahkan aversi akan kedua hal tersebut sehingga Beliau saw memohon kepada Allah swt agar dapat memberikan syafaat bagi umatnya.  Inilah metode Beliau SAW agar dapat membantu umatnya yang memerlukan pertolongan.

Nabi Muhammad SAW juga merupakan figure bagi non muslim, banyak contoh fakta yang dapat dijadikan rujukan tentang ketauladanan Rasulallah SAW kepada umat diluar Islam, seperti melindungi kepentingan mereka, menjaga martabat mereka, menghormati hak dan kewajiban mereka, menghargai anak-anak, wanita dan tawanan perang, kesemuanya ini tentu saja banyak yang melahirkan “manusia” diluar kaum muslimin.

Muhammad SAW, pada dasarnya melahirkan “manusia”.  Tanpa Muhammad SAW, maka manusia tidak akan menjadi “manusia”.  Muhammad SAW dengan kesempurnaan sikap, perilaku, karakter dalam kehidupan, altruistis, kualitas kepribadian, kualitas keturunan genealogis dan Al-Qur’an sebagai mukzizat beliau SAW, memberikan satu kepastian bahwa yang menjadikan beliau sebagai figure, pencinta, tauladan, panutan, mengerjakan sesuatu yang Beliau perintahkan dan menjauhi segala sesuatu yang Beliau larang tidak akan membawa kepada ketidaksempurnaan karena mengikuti Beliau SAW artinya menyatakan ke-Esa-an Allah swt yang pada akhirnya akan menghijrahkan “manusia” pada satu posisi menjadi hamba Allah swt.

            Mari bersama-sama kita hentikan sesat fikir manusia, karena kita Memiliki Nabi Muhammad SAW yang dapat memberikan stimulans untuk memiladkan “Manusia”.

Wassalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar